Ketika
anak kecil menonton televisi, posisi duduk yang sering digunakan
biasanya adalah dengan melipat kedua belah kaki ke belakang sehingga
membentuk huruf W. Posisi ini populer dengan sebutan television
position. Dikatakan ahli sebetulnya posisi ini tak baik.
Posisi duduk W jadi favorit anak karena baginya ini adalah posisi yang
nyaman dan aman. Namun ahli ortopedi dr Faturachman, SpOT, dari RS
Hasan Sadikin Bandung mengingatkan orang tua agar tak membiarkan anak
dalam posisi ini terlalu lama karena bisa berdampak pada pertumbuhan.
Terutama pada anak yang berusia sekitar empat tahun, saat itu
tulang-tulang sendi anggota gerak akan mengalami pertumbuhan pesat.
Sehingga kebiasaan duduk W akan mendorong kondisi yang disebut dengan
internal rotation atau sendi yang terputar menuju arah dalam.
"Di ortopedi kita menyebutnya internal rotation. Posisi ini bila
terulang dan waktunya lama menyebabkan proses pembentukan panggul
menjadi cenderung berlebihan," kata dr Faturachman kepadadetikHealth, Selasa (26/1/2016).
"Dampaknya apabila dipakai beraktivitas ketika berjalan dia akan
in-toeing gait, jadi posisi kakinya bengkok ke dalam," lanjutnya lagi.
Dari segi medis sebetulnya tak ada yang berbahaya dari in-toe gait
hanya saja anak akan jadi lebih terhambat kemampuan motoriknya. Pada
usia empat sampai delapan tahun di mana anak mulai aktif, postur in-toe
gait bisa menghalangi anak untuk lincah bergerak.
"Pada usia itu banyak aktivitasnya dan dia bisa terganggu terutama untuk gerakan yang lincah-lincah," kata dr Faturachman.(fds/vit)
Anak
seringkali ikut-ikutan bicara kasar karena mendengar dari teman-teman
bermain di sekitarnya. Kondisi ini kerap membuat para orang tua bingung
karena sulit dicegah. Adakah cara untuk mengatasinya?
Menurut
psikolog Anna Surti Ariani, MPsi, masalah lingkungan yang berbicara
kasar memang menjadi salah satu hal yang membingungkan orang tua. Hal
ini karena masalah tersebut dianggap sulit diawasi oleh orang tua secara
langsung.
"Kata
kasar itu sebenarnya sangat bergantung pada konteks budaya dan pada
siapa kita bicara. Di budaya Betawi misalnya, banyak bahasa yang
terdengar kasar, padahal budayanya memang demikian," ungkap Nina.
Untuk
masalah ini, Nina menganjurkan orang tua untuk menjelaskan pada anak
bahwa memang ada kata-kata pada konteks tertentu, yang sebaiknya tidak
diucapkan.
"Yang
bisa membedakan dan menilai adalah anak-anak dengan usia besar, tapi
untuk anak yang usianya lebih kecil, cukup kenalkan dan arahkan anak
pada kata-kata sopan," terangnya.
Jika
anak sudah terlanjur mengenal dan mengucapkan kata kasar, Nina
menyebutkan orang tua bisa menggunakan 'trik pengabaian'. Trik ini
dilakukan dengan orang tua berpura-pura tidak mendengar apa yang
diucapkan anak, ketika ia mengucapkan kata-kata kasar.
"Misalnya
anak bilang 'kelinci', katakanlah kata kelinci itu kasar, ya sudah kita
cool saja, pura-pura tidak dengar pas anak bilang begitu. Kalau dia
sudah sebal didiamkan dan bilang kata lain yang kita anggap positif,
baru kita dengarkan dan tanggapi. Anak akan mencerna bahwa kata itu
tidak baik," ujar Nina.
Bila
orang tua justru memarahi anak dan memberikan perhatian negatif pada
kata kasar tersebut, anak justru akan terus mengingat kata tersebut dan
penasaran untuk mengatakannya lagi. "Ini bagian dari pendidikan sopan
santun, bagaimana cara berbicara sesuai konteks," lanjutnya.(ajg/vit)